Jumat, 05 Agustus 2016

OSENG-OSENG MERCON



Dulu, Jogjakarta selalu identik dengan makanan yang bercitarasa manis seperti gudeg dan bakpia. Namun kini, stereotipe itu pelan-pelan bergeser. Bahkan, ada satu menu makanan super pedas yang kini menjadi ikon kota tersebut. Namanya adalah Oseng-oseng Mercon.

Adalah Sunarti (55) yang pertama kali menjajakan menu tersebut. Itupun ia lakukan tanpa keinginan untuk bisa sesukses sekarang. Kesulitan ekonomi lah yang menjadi satu-satunya alasan. Ia ingin agar anak-anaknya bisa terus bersekolah.

“Saya mulai berjualan Oseng-oseng Mercon setelah genap 1000 hari suami meninggal, yakni pada tahun 1997. Yang saya jual sebenarnya biasa saja, yaitu ayam, burung puyuh, dan lele goreng. Supaya spesial, saya tambahkan menu oseng-oseng pedas yang biasa saya buat di rumah. Eh ternyata justru itu yang disukai,” kisah Narti, begitu ia akrab disapa, kala ditemui di sela-sela penyelenggaraan Festival Jajanan Bango (FJB) di Yogyakarta, beberapa waktu lalu.

Awal membuka warungnya di kawasan Kauman, Yogyakarta , Narti hanya bermodalkan uang sebesar Rp 125 ribu. Itupun ia harus menderita kerugian karena hanya mendapat pemasukan sebesar Rp 40 ribu saja. Namun ia berupaya konsisten untuk terus berjualan. Barulah di bulan kedua, ia pelan-pelan mendapatkan pelanggan setia.

Setahun setelah membuka warung tenda kaki lima, nama oseng-oseng super pedas olahan Narti mulai menjadi buah bibir di Kota Gudeg itu. Banyak pecinta kuliner yang menyambangi warungnya hanya untuk mencicipi dahsyatnya masakan Narti. Tak sedikit selebriti dan tokoh masyarakat yang ikut menikmati oseng-oseng tersebut.

Mereka pun mulai memberi julukan pada menu itu. Ada yang menyebutnya Oseng-oseng Bledek, Dinamit, dan Halilintar. Namun, pada akhirnya, nama Oseng-oseng Mercon lah yang menjadi trademark oseng-oseng buatan Narti.

“Yang memberi nama Oseng-oseng Mercon adalah Cak Nun (budayawan Emha Ainun Nadjib, red). Setiap beliau ada acara di Yogya, pasti disajikan makanan dengan oseng-oseng buatan saya. Lantas beliau menyebut nama masakan saya dengan Oseng-oseng Mercon,” kisahnya.

Yang menarik, Narti tak mau merahasiakan resep pembuatan menu legendaris racikannya. Siapapun yang bertanya dan ingin melihat proses pembuatannya, ia beri izin. Alhasil, di sekitar warungnya pun kini menjamur warung-warung lain yang juga menjual Oseng-oseng Mercon. Tak hanya itu, di seluruh Yogyakarta hingga berbagai daerah lain, Oseng-oseng Mercon menjadi salah satu menu laris yang dijajakan banyak pihak.

“Saya percaya, rezeki enggak akan ketukar. Jadi yang mau nyontek resep, silakan saja,” katanya seraya tersenyum.

Menu Rahasia
Menurut Narti, ia tak menggunakan bahan-bahan khusus. Untuk oseng-oseng buatannya, ia hanya menggunakan koyor (lemak sapi, Red) dan daging sandung lamur. Ini yang sedikit membedakan Oseng-oseng Mercon buatannya dengan buatan warung lain yang lebih memilih menggunakan kikil.

“Di warung saya, lebih disukai koyor karena rasanya gurih. Jadi memang lebih banyak koyornya dibanding dagingnya. Dalam sehari, minimal saya menghabiskan 60-70 kilogram koyor dan daging sapi pada hari kerja. Di akhir pekan, bisa habis 100 kilogram,” jelasnya.

Untuk bumbu-bumbu, ibu tiga anak dan tujuh cucu ini menjelaskan, ia menggunakan bumbu-bumbu biasa seperti bawang merah, bawang putih, cabai, daun salam, dan gula merah. Namun sambil berbisik, ia menjelaskan bahwa dirinya selalu menambahkan sedikit kecap ke dalam masakannya itu.

“Kecapnya harus yang berkualitas dan itu yang membedakan masakan saya dengan masakan warung lain. Kalau pakai kecap asal-asalan, nanti rasanya jadi kurang enak. Saya sudah membuktikannya,” kata dia, membuka rahasia.

Khusus untuk cabai, proporsinya harus pas dan sesuai dengan cita rasa yang sudah dikenal masyarakat. Narti menjelaskan, 1 kilogram cabai biasanya ia gunakan untuk 4-5 kilogram koyor dan daging.

“Tapi khusus untuk acara ini (FJB, Red), saya kurangi sedikit cabainya. Saya khawatir nanti ada yang enggak kuat,” tambah Narti yang memasak 200 kilogram koyor dan daging untuk acara tersebut.

Dari berdagang Oseng-oseng Mercon, Narti mengaku bisa menghidup keluarganya. Putra satu-satunya bahkan bisa kuliah hingga S2. Selain itu, ia juga bisa membuat bisnis lain di samping bisnis kuliner itu. Saat ini, Narti dan keluarga memiliki perusahaan yang bergerak di bidang cleaning service.

Untuk warungnya sendiri, Narti telah menyerahkan kepada seorang putrinya. Maklum, ia kini tengah berjuang melawan penyakit diabetes yang menyerang dirinya. Proses memasak pun ia serahkan kepada sang putri dan asisten kepercayaannya.

Oseng-oseng Mercon buatan Narti kini bisa dinikmati dengan harga Rp 20 ribu perporsi. Menurutnya, dengan harga itu, para pelanggan akan mendapatkan sepiring nasi lengkap dengan Oseng-oseng Mercon, irisan mentimun, serta dua gelas air mineral.

“Alhamdulillah, berkat Oseng-oseng Mercon saya jadi bisa begini dan jalan-jalan ke mana-mana. Kalau enggak, mungkin saya masih susah seperti dulu,” tuturnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar